Sore bersama Kakek dan sepenggal kisah tentang potret Dewa Ruci
Ketika kejadian ini terjadi mungkin umurku baru 13 tahun waktu itu,yah aku ingat karena kakek meninggal ketika aku mulai masuk SMA.Cerita ini adalah sebuah cerita yang tidak bisa terlupakan seumur hidupku.Sebuah cerita tentang potret Bima dan Dewa Ruci di ruang tamu kakek.
Potret itu,entah
berapa tahun lamanya,tergantung disana.Ada dua wayang kecil yang dibungkus
diberi bingkai kaca seperti layaknya sebuah foto.Ukuran kedua potret itu
tidaklah besar,mungkin hanya sekitar 30 x 20 cm.Namun dari kedua potret itu,aku
belajar banyak hal.Sebuah pelajaran hidup yang tak pernah bisa kulupakan.
Potret pertama di
sebelah kiri adalah wayang bima yang agak aneh menurutku.Ia nampak dililit oleh
seekor ular besar berwarna kehijauan.Sedangkan dikanannya nampak seorang yang
sama dengan Bima namun tidak terlilit ular dan nampak lebih kecil tubuhnya.
Jujur,aku tidak
mengenal wayang terlalu baik.Aku mengenal beberapa tokoh wayang dan ceritanya
namun tidak dengan bentuk wayangnya.Menurutku,bentuk wayang itu
membingungkan.Aku tak bisa membedakan mana Arjuna atau Sadewa jika mereka
berbentuk wayang kulit.Begitu juga dengan kedua potret wayang yang tergantung
di ruang tamu kakek itu.
Aku mengenal kedua
tokoh itu ketika suatu sore kami mengobrol.Aku senang mendengarkan cerita kakek
tentang perjuanganya di masa lalu.Namun kali ini,cerita kakek agak
berbeda,suatu cerita yang menurutku terlalu filosofis waktu itu.Ia bercerita
bahwa potret di kiri itu adalah Bimasena alias Werkudara seorang satria kuat
yang pilih tanding,ia baru saja mengalahkan seekor naga ganas dari laut kidul
begitu cerita kakekku.
Kemudian dengan
senyum lembutnya,sembari menghisap sebatang rokok tingwe (nglinting dewe),ia
melanjutkaan dengan bertanya "Taukah kau kenapa aku taruh foto itu tidak
simetris?".Memang waktu itu foto Dewa Ruci dipajang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan foto Bima di sebelah kiri."Aku menaruhnya
begitu,karena Bima adalah murid Dewa Ruci" begitu kata kakek.
Sejujurnya,aku
sendiri mulai paham maksud kakek.Aku telah mendengar cerita Bima dan Dewa Ruci
ketika aku masih kanak-kanak.Kalo tidak salah,kisah ini dimulai dengan tugas
yang diberikan pada bima untuk mencari air kehidupan.Dalam perjalannya Bima
membunuh 2 orang raksasa dan seekor naga penguasa lautan.Hal ini jugalah yang
menjelaskan kenapa foto wayang Bima disana nampak terlilit ular.
Namun,tentu saja
kakek paham aku sudah mengenal cerita ini.Nampaknya kakek ingin mengajariku
sesuatu yang lain.Sesuatu yang jauh lebih mendalam.Cerita kakek
dilanjutkan,dengan perkataan kakek bahwa air perwita (air kehidupan) pada
dasarnya hanyalah simbol.Ia bisa menyimbolkan apa saja.Bagi sebagian orang ia
menjadi simbol kesempurnaan kedekatan seseorang dengan Tuhannya,namun bagi
orang lain sepertimu (menunjuk padaku) ia bermakna pengetahuan yang sejati.
"Pengetahuan
yang kau cari-cari itu,bisa kau dapat dengan cara yang dilakukan oleh
Bima" begitu kata Kakek.Bima dalam upayanya mencari Air Perwita
(Kehidupan) bertemu dengan Dewa Ruci dan diminta masuk kedalam
telinganya.Disana ia mendapati jagad raya yang begitu luasnya.Namun berbeda
dengan cerita Dewa Ruci pada umumnya,cerita Dewa Ruci versi kakek tidak
berbicara tentang masalah kebatinan.
Kakek hanya
mengatakan bahwa,seorang pelajar itu layaknya Bima,ia tidak akan bisa mendapatkan
pengetahuan jika hanya mengandalkan nafsu dan kekuatanya.Agar seorang bisa
mendapatkan pengetahuan dengan baik,maka ia harus menyadari tentang
dirinya,bersemedi (bertepekur) untuk melepaskan semua sifat congkak,malas dan
berbagai sifat jelek dalam diri.
Ketika semua itu
dilakukan maka seperti halnya bima yang bisa masuk kedalam telinga kiri Dewa
Ruci,maka kita sebagai pelajar akan mampu untuk memperoleh pengetahuan dengan
baik.Oleh karena itu menurut kakek seorang pelajar itu harus "Cegah
dhahar,Lawan Guling" yang mana merupakan representasi nafsu dalam diri
yang menjadi penghalang seseorang untuk belajar.
Komentar