Persepsi Keliru Tentang Menurunya Angka Populasi
Kemarin
saya membaca beberapa artikel online yang menyebutkan mengenai permasalahan
kependudukan di berbagai negara termasuk Indonesia.Pada artikel tersebut
disebutkan bahwa di tahun 2100 akan ada 10 negara terpadat di dunia yang mana 5
diantaranya berasal dari Afrika.
Hal
yang menarik bagi saya ketika membaca artikel ini adalah pernyataan dari
penulis artikel tersebut yang menyebutkan bahwa alasan menurunnya angka
populasi adalah karena meningkatnya standar pendidikan dan pendapatan di
beberapa negara Asia tersebut.Pendapat ini tidak sepenuhnya salah meski bisa
juga dibilang tidak sepenuhnya benar,kenapa?mari kita bahas.
Hal yang pertama perlu kita pahami adalah secara alami manusia memiliki insting untuk melakukan reproduksi.Fakta dilapangan dimana tingkat reproduksi manusia menurun menunjukan adanya intervensi atas hal tersebut.Pertanyaan selanjutnya adalah dalam bentuk seperti apa intervensi itu?jika kita berbicara mengenai Indonesia maka salah satu alasan klasik yang sering kita dengar melalui guru-guru atau pengajar kita di sekolah adalah karena adanya program KB yang dijalankan pemerintah.
Namun demikian,perspective ini tidak berlaku secara global.Permasalahan menurunnya angka populasi jauh lebih kompleks dari sekedar berhasilnya program KB dan semakin sadarnya masyarakat untuk mengenakan alat kontrasepsi sehingga menghindarkan pada masalah kelahiran yang tidak diinginkan.Lebih jauh dari itu,terdapat suatu masalah yang lebih besar yakni siklus pekerjaan membahayakan.
Salah satu negara yang mengalami permasalah ini adalah Jepang.Secara umum,orang Jepang dikenal pekerja keras,berdisiplin tinggi namun cenderung pasif.Kombinasi ketiga hal ini menyebabkan para pekerja di Jepang menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk bekerja.Konsekuensinya adalah kehidupan pribadi mereka menjadi terganggu.Salah satunya adalah kehidupan rumah tangga yang cenderung sulit untuk mendapatkan waktu bersama.
Hal tersebut menyebabkan kaum muda di Jepang enggan untuk berumah tangga,disamping terdapat faktor-faktor lain yang mendorong seperti biaya hidup yang mahal,biaya merawat anak yang mahal hingga gaji yang didapat tidak memadai untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.Meski angka pengangguran di Jepang cenderung rendah namun,data menunjukan bahwa 30 persen angkatan kerjanya merupakan freelancer yang memiliki pendapatan yang bisa dibilang tidak memadai.Hal inilah yang kemudian mendorong menurunnya angka populasi di Jepang.
Dalam kasus ini Jepang bisa dikatakan merupakan contoh kasus ekstrem yang melanda negara maju.Negara-negara Eropa lainnya seperti Rusia,Ukraina,Italy dan Spanyol sendiri juga mengalami permasalahan yang kurang lebih sama.Pola pekerjaan yang menyita terlalu banyak waktu pekerja dikombinasikan dengan biaya hidup tinggi dan upah yang kurang “memadai” menjadi kombinasi mematikan untuk menurunkan angka populasi.
Kenapa kata “memadai” menggunakan tanda petik?karena saya takut ada beberapa pembaca yang salah mengartikan kata kurang memadai sebatas pada angka nominal.Kita misalkan Badu kerja di Indonesia dengan gaji 5 juta rupiah per bulan,dibandingkan dengan James yang bekerja di Amerika dengan gaji 50 Juta perbulan mana yang lebih sejahtera?Jawabannya tentu akan tergantung pada berapa biaya hidup di negara tersebut.Secara umum,biaya hidup di Amerika adalah sekitar 10x dibandingkan dengan di Indonesia,maka bisa dibilang meski secara nominal gaji mereka berbeda namun tingkat kesejahteraan mereka kurang lebih sama.
Namun tentu saja perbandingan diatas adalah bentuk simplikasi,karena pada kenyataanya negara maju memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki negara berkembang seperti pendidikan yang lebih maju,pelayanan kesehatan yang lebih baik,hingga barang elektronik yang lebih murah.Misalkan ketika membeli handphone Samsung seharga 10 juta,maka Badu harus merogoh uang sebesar 2x gaji sementara James hanya harus merogoh uang sebesar seperlima gaji.
Disisi lain,negara maju mengalami permasalahan seperti biaya sewa atau biaya tanah yang mahal.Hal ini karena kecenderungan bagi para pekerja untuk bekerja di daerah perkotaan.Sistem pendidikan yang dibentuk mendorong hal ini sehingga terjadi konsentrasi penduduk di daerah perkotaan dan penurunan penduduk di daerah pedesaan.
Secara mudahnya,sistem pendidikan kita tidak mendorong kita menjadi petani atau peternak melainkan pekerja kantoran.Padahal keseimbangan antara keduanya adalah perlu demi kestabilan ekonomi itu sendiri.Hal-hal diatas merupakan contoh yang ingin saya tunjukan pada anda semua mengenai realita fenomena penurunan populasi di beberapa negara.Meski ada faktor-faktor lain yang saya tidak bahas panjang lebar seperti masalah peperangan,karena saya tidak melihatnya sebagai suatu yang alami terjadi.
Pada akhirnya artikel ini saya tulis untuk menunjukan bahwa permasalahan penurunan populasi di negara maju tidak selalu dimaknai secara positif karena penurunan populasi tidak selalu diakibatkan oleh permasalahan peningkatan kesadaran dan tingkat pendapatan saja melainkan terdapat permasalahan kompleks lainnya yang melatarbelakanginya.
Komentar