Negara Tempe Tapi Impor Kedelai?Naah Lho
Mungkin kini saatnya kita berfikir ulang ketika akan mengkonsumsi tahu dan tempe.Bagaimana tidak,makanan yang katanya makanan rakyat itu sendiri ternyata tidak lagi merakyat.Apa pasal?karena ternyata sebagian besar kebutuhan kedelai nasional kita berasal dari impor.
Kalo
dulu orang-orang kampung sering ngeledek saya karena suka makan roti maka mungkin
sekarang ledekan itu saya kembalikan.Dulu orang suka makan roti sering disebut
Londo (sok kebarat-baratan),gak nasionalis dan sok modern.Well,sekarangpun
masih demikian,tapi orang yang makan tempe tahu juga kurang nasionalis lho.
Menurut
data yang dikutip dari berita Detik.com tertanggal 20 September 2013 terlihat
bahwa “Indonesia sampai saat ini masih ketergantungan impor kedelai.
Dari total kebutuhan kedelai sebesar 2,5 juta ton\/tahun, produksi kedelai di
tanah air hanya bisa mencukupi 700-800 ribu ton\/tahun.”
Dengan kata lain,kebutuhan konsumsi kedelai
yang bisa dipenuhi oleh Negara ini hanyalah sebesar 32 persen saja.Sisa 68
persen kebutuhan kedelai yang kita perlukan harus impor.Bayangkan,lebih dari
separuh kebutuhan Negara harus impor.Lalu siapa yang diuntungkan dengan
ini?negara pengekspor tentunya.Sementara disisi lain petani kita tidak
mendapatkan apapun.
Disisi lain,ketergantungan akan Import kedelai
ini juga berdampak besar bagi perekonomian nasional.Kita sadar bahwa dengan
melakukan ekpor maka sama saja dengan memberikan uang kita kepada luar
negeri.Gampangnya alih alih kita memperkaya petani dalam negeri,kita justru
memperkaya petani asing.
Sebagai cucu seorang petani saya menyadari
bahwa kedelai hanyalah tanaman penyela ketika akan menanam padi atau
jagung.Tujuanya adalah untuk mengembalikan kesuburan tanah.Tentu kalian
bertanya-tanya kenapa tanaman kedelai tidak dijadikan tanaman utama petani
saja?Jawabanya simple yaitu harga jual yang murah.
Petani pada dasarnya memiliki jumlah lahan yang
terbatas.Keterbatasan jumlah lahan ini juga dipengaruhi oleh masa tanam dari
tanaman itu sendiri.Dengan kata lain petani akan memaksimalkan tanaman yang
menurutnya paling menguntungkan.Sayangnya Kedelai bukanlah hal salah satunya.
Pertanian di Indonesia masih terpusat di pulau Jawa dan Sumatra.Hal ini dipengaruhi oleh skill dan juga kecocokan tanah untuk melakukan pertanian.Permasalahanya adalah dengan semakin sesaknya pulau Jawa mendesak lahan pertanian menjadi lebih sedikit karena berubah fungsi menjadi perumahan.
Hal klasik lainnya yang menjadikan
produktifitas kedelai rendah adalah mahalnya pupuk.Memang benar bahwa pupuk di
Indonesia telah mendapatkan subsidi,namun pada kenyataanya harga jual hasil
panen petani juga masih rendah membuat subsidi pupuk masih terasa mahal
dibandingkan dengan ongkos produksinya.
Namun dibalik carut marut masalah kedelai ini
ada solusi singkat yang bisa kita tempuh yakni dengan mengurangi konsumsi
kedelai.Memang kelihatanya absurd tapi hal inilah yang menurut gue paling masuk
akal dibandingkan harus menunggu pemerintah bergerak untuk memperbaiki sistem
penjualan hasil panen kedelai yang murah.
Sebagai orang Banyumas saya menyadari bahwa
kebutuhan masyarakat daerah ini akan tempe dan tahu benar-benar diluar
nalar.Kita menggunakan Tempe dan Tahu pada hampir semua makanan seperti
Mendoan,Sayur Tahu,Terik Tahu,Sayur Tempe,Kering Tempe,Tempe Goreng,Tempe
Gundil,Kecap,Keripik Tempe,dan masih banyak lainnya.
Tentu saja tidak mudah untuk berhenti
mengkonsumsi itu semua,namun kalo dipikir pikir,toh ketika mengkonsumsinya kita
tidak membantu petani lokal namun justru membantu petani asing.Alangkah lebih
bijaknya jika konsumsi kita ini lebih ditujukan untuk sesuatu yang benar benar
made in Indonesia,betul tidak???
Komentar