Omicron, dan Kelelahan Terhadap Pandemi
Beberapa bulan yang lalu, saya lupa tepatnya mungkin sekitar bulan November 2021 muncul varian baru bernama Omicron di dunia. Varian baru ini menurut beberapa sumber media pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan. Meskipun, kata terdeteksi sendiri menurut saya kurang tepat untuk menggambarkan keadaan sesuangguhnya karena yang terjadi adalah ilmuan dari Afrika Selatan lah yang pertama kali mengumumkan jenis varian baru bernama Omicron.
Ngomong-ngomong
soal namanya, nama Omicron sendiri diambil secara meloncat dari nama yang
seharusnya yakni Nu (Seperti New) dan Xi. Alasan kenapa dua nama yang awal
tidak dipilih cukup sederhana. Nama pertama agak membingungkan karena Covid
sendiri nama lainya adalah New Sars Cov 2, alias SARS jenis baru. Kalo kita
menambahkan kata baru di sebuah virus yang baru tentu agak membingungkan.
Kedua, nama Xi tidak dipilih alasanya adalah karena nama tersebut adalah nama
marga di China (walaupun kita juga paham nama Xi ini merujuk pada siapa).
Hal
yang menarik adalah setelah varian ini diumumkan, Afrika selatan bisa dibilang
terisolir dari dunia. Banyak negara-negara yang menutup akses dari dan ke
Afrika Selatan, termasuk dalam hal ini Indonesia. Kenapa hal ini dilakukan? Beberapa
alasan utamanya adalah varian jenis ini memiliki karakteristik yang berbeda
dengan varian jenis sebelumnya. Selain itu varian ini juga memiliki tingkat
penyebaran yang jauh lebih cepat dibandingkan dengan varian delta. Kecepatan
penyebaran yang luar biasa ini menimbulkan kepanikan karena kita tahu bahwa
Varian delta sendiri telah memporak-porandakan banyak negara (termasuk
Indonesia).
Alasan
terakhir dan menurut saya paling mengkhawatirkan adalah varian baru ini
dianggap mampu menembus imunitas yang telah diberikan oleh vaksin sebelumnya.
Dengan kata lain meskipun anda telah divaksin sebanyak 2 kali, anda masih dapat
terkena infeksi varian Omicron ini. Pada titik ini varian Omicron seolah-olah
menjadi momok yang sangat mengerikan. Namun, ada beberapa hal yang membuat
varian ini tidak diangggap menakutkan oleh banyak kalangan di dunia, termasuk
di Indonesia.
Faktor
pertama adalah tingkat fatalitas yang rendah. Meskipun varian ini memiliki
tingkat penyebaran yang tinggi namun fatalitas dari varian ini lebih rendah
dibandingkan dengan varian delta. Hal ini membuat orang-orang memperlakukan
varian ini seperti layaknya penyakit flu biasa (meskipun tentunya masih lebih
berbahaya dibandingkan dengan virus flu biasa). Kedua, adalah kelelahan secara
mental terhadap pandemi yang sekarang ini dihadapi.
Saya
ingat ketika pertama kali orang-orang di Indonesia mengetahui bahwa Corona
(nama yang sering dipakai oleh orang Indonesia pada awal pandemic) masuk ke
Indonesia banyak sekali kepanikan dimana-mana. Orang-orang berbondong-bondong
membeli masker. Penduduk natuna yang tempatnya waktu itu dipakai untuk isolasi mandiri
sempat bentrok dengan pemerintah dsb.
Namun,
seiring berjalannya waktu ketakutan ini mulai hilang karena bayangan akan
Corona ternyata tidak semenakutkan apa yang diberitakan oleh media. Namun,
tentu saja bayangan itu kemudian pupus ketika Indonesia dihantam badai varian
delta. Varian ini begitu mudah menyebar dan mengakibatkan banyak sekali orang
meninggal. Saya ingat pada puncak delta, angka infeksi yang tercatat bisa
menembus 50.000 jiwa dengan angka kematian sekitar 2000 orang per/hari.
Setelah
Delta bisa direndam, kini varian Omicron yang mulai merajalela, setidaknya di
luar negeri seperti di Amerika Serikat dan Inggris. Saya sendiri berharap kita
tetap waspada akan penyebaran varian ini agar tragedy varian delta tidak
terulang di Indonesia. Hal ini karena, meskipun varian ini tidak begitu
mematikan, namun jika orang-orang terjangkit varian ini secara bersamaan maka
ditakutkan fasilitas kesehatan kita tidak sanggup untuk merawat semua pasien
yang terjangkit. Hal lain yang tidak kalah menakutkan adalah ditakutkan ketika
banyak orang yang terjangkit maka akan muncul varian baru lagi yang bisa jadi
menjadi sangat mematikan. Tentu saja kita tidak berhadap itu semua terjadi.
Komentar