Menemukan Spiritualitas dalam Menanam Cabe
Menanam
sesuatu adalah ranah yang tidak pernah saya dalami.Satu-satunya kedekatan saya
dengan tanaman adalah ketika Ibu saya terkena demam tanaman gelombang
cinta.Dari trend itu ibu saya mulai rajin menanam berbagai macam bunga seperti
kaktus,bougenville,anggrek,lidah mertua,paku tanduk rusa,pacar air,bunga pukul
empat dan berbagai macam tanaman bunga lainnya yang saya tidak ingat lagi apa
namanya.
Meskipun
hobi menanam,namun kenyataanya ibu saya terlalu sibuk sehingga beliau
tidak sempat menyiram tanaman.Alhasil sayalah yang kebagian pulung untuk
menyirami tanaman bunga yang ada setiap sorenya.Sejujurnya saya menganggap
aktivitas ini menjemukan,melelahkan dan repititif.Saya tidak menemukan kesenangan dalam
melakukan kegiatan semacam itu.
Beberapa
tahun kemudian,saya pindah dari kota yang saya tinggali ke kota lain untuk
bersekolah.Otomatis,bunga-bunga yang ada dirumah tidak ada yang merawat.Satu
persatu bunga tersebut ada yang mati tidak terurus dan ada juga yang tetap
bertahan.Namun secara keseluruhan bunga yang ada menjadi bunga yang boleh dikatakan semi liar.
Ketika
saya lulus dan pulang kerumah,saya melihat bunga-bunga yang ada dan mencoba
untuk merawat mereka lagi.Namun berbeda dengan dulu,saya mencoba untuk menanam
cabai.Kenapa saya menanam cabai?well,sejujurnya alasanya sedikit konyol.Banyak
orang yang mengatakan bahwa hobi anda bisa meembuat anda kaya raya,nah kegiatan
menanam cabe yang saya lakukan sebenarnya cuma bentuk iseng untuk melihat
apakah hal tersebut bisa menjadi kenyataan.Jika berhasil syukur,jika enggak
juga gak masalah,toh cuma iseng.
Namun
hal yang tak terduga terjadi ketika saya menanam cabe untuk pertama kalinya
menggunakan wadah plastik bekas es cincau (yang bentuknya mirip gelas kopi Starbuck cuma warnanya bening).Ketika saya melihat tanaman yang sedang saya
pijahkan ini,dalam hati saya terbersit pikiran “jika kemudian tanaman cabe ini
berbuah,bukankah itu artinya saya mendapatkan cabe gratis?”.Kata gratis saya
tekankan karena sejujurnya saya tidak modal sepeserpun (cabe yang saya tanam
bijinya itu berasal dari bonus cabe kalo kita beli gorengan).
Dengan
kata lain,cabe yang dihasilkan dari tanaman
cabe yang saya tanam adalah hadiah dari Tuhan.Kesadaran akan hal ini
membuat saya berpikir lebih luas dan berkata dalam hati “Selain cabai,tanaman
lain yang kita makan seperti padi,pepaya,mangga,pisang,apel dll sebenarnya berasal dari alam juga bukan?bukankah itu artinya sebenarnya semua itu pemberian Tuhan?”.Tentu saja hal ini
mungkin ditentang oleh petani modern yang berkata bahwa ada intervensi berupa
pupuk,obat hama dan lain lain.Namun,terlepas dari itu semua kita tidak bisa menafikan bahwa segala sesuatu yang kita konsumsi berasal dari alam dan itu berarti secara tidak langsung merupakan pemberian Tuhan.
Pemikiran
lama saya yang terkungkung oleh paham ekonomi mengenai barang ekonomis dan
pertukaran barang/jasa dengan uang akhirnya terbebas.Jika kita melepaskan diri
dari konsep ekonomi yang membentuk masyarakat modern dan berpikir seperti
layaknya manusia purba,kita pada akhirnya akan sadar bahwa segala macam hal
yang membuat kita hidup berasal dari alam.Alam memberikan kita segalanya tanpa
pernah sekalipun meminta untuk kembali.
Disini
saya menyadari hal yang penting,yakni betapa Tuhan begitu baik pada
umatnya.Kehidupan yang begitu ruwet dan rumitnya ini sebenarnya adalah hasil
dari sistem yang dibuat oleh manusia itu sendiri.Karena sistem ini dibuat oleh
manusia maka akan muncul banyak kelemahan –kelemahan.Dari kelemahan kelemahan
itulah rasa stress,frustasi dan berbagai macam penyakit dalam masyarakat
muncul.Masyarakat yang begitu kompetitif membuat individu yang tidak dapat
bersaing merasa terkalahkan dan tersisihkan.Masyarakat yang terlalu bebas
mengakibatkan banyak penyakit masyarakat.
Bentukan-bentukan
masyarakat semacam ini adalah sistem bentukan manusia modern yang memiliki
banyak kekurangan.Lucunya,ketika mereka lelah dan stress karena kehidupan yang
ada,hal yang pertama kali mereka salahkan adalah Tuhan.Mereka menganggap bahwa
Tuhanlah penyebab kehidupan mereka menjadi tidak bahagia.Padahal pada
kenyataanya,sistem bentukan manusia itu sendirilah yang membuat kehidupan
mereka tidak bahagia.
Kembali
pada masalah cabai,dari menanam cabai saya melihat bahwa hubungan antara Alam
dan manusia tidaklah bersifat resiprokal (tidak saling memberi /menerima) namun lebih pada
hubungan satu arah dimana manusialah penerimanya.Tentu saja ada tindakan
tindakan yang digalakkan untuk menjaga alam,namun tindakan tersebut jauh dari
apa yang alam sudah berikan pada manusia.Pada akhirnya manusialah penerima
paling banyak manfaat dari alam.
Ketika
menyadari bagaimana hubungan alam dan manusia yang cenderung lebih pada
hubungan satu arah (dimana manusia adalah pihak yang menerima),disini saya
mulai sadar kenapa alam/tanah/planet seringkali disandingkan dengan ungkapan
ibu (Mother Earth).Penggunaan ungkapan Ibu untuk alam menurut saya sangat
cocok,karena istilah ini benar-benar menggambarkan bagaimana alam begitu menyayangi
kita layaknya seorang ibu.Kasih sayang seorang ibu sendiri seperti yang kita
tahu cenderung satu arah,dimana ibu lebih banyak berkorban untuk anaknya dan
bukan sebaliknya.
Komentar