Berdebat Tentang Kebenaran
Beberapa minggu yang lalu,saya
mendengar perkataan Cak Nun dalam sebuah video yang ditayangkan salah satu televisi swasta.Nampaknya Video itu ditampilkan karena si empunya tidak ingin hadir dan
terlibat dalam acara yang ditayangkan oleh televisi swasta tersebut.
Namun terlepas dari apa itu
acaranya,saya justru lebih tertarik dengan isi perkataan Cak Nun sendiri
mengenai masalah orang orang yang merasa benar.Orang orang yang merasa benar
ini nampaknya terbagi atas dua kelompok yang sama sama merasa benar.
Pada akhirnya kedua kelompok yang merasa benar itu saling beradu dan saling memaksa kebenaranya masing-masing.Hal inilah yang nampaknya disindir oleh Cak Nun dengan mengatakan bahwa tidak perlulah kita beradu tentang masalah kebenaran karena memang tidak akan ada ujungnya.
Berdebat tentang masalah kebenaran
itu sendiri pada akhirnya seperti perdebatan mengenai mana yang lebih dahulu
ayam atau telur.Menurut saya perdebatan semacam ini hanya akan membuang buang
waktu dan energy yang kita punya.
Kemudian tentu dipikiran saudara
akan bertanya kepada saya,lalu bagaimana kita akan mencari kebenaran jika kita
dilarang memperdebatkan kebenaran itu sendiri?.Pada akhirnya masalah kebenaran
akan menjadi masalah kepercayaan.Orang yang percaya bahwa sesuatu hal itu benar
maka hal tersebut menjadi benar.
Memang benar,bahwa proses
pencarian kebenaran adalah sebuah proses trial and error dimana setiap orang
akan selalu terus menerus membandingkan kebenaran yang dimiliki dengan
kebenaran yang dimiliki oleh orang lain atau masyarakat disekitarnya.Jika
kebenaran yang dimiliki orang tersebut menang maka masyarakat akan berubah
sedangkan jika kebanaran masyarakat yang menang maka orang itu sendiri yang
akan berubah.
Mari kita contohkan seperti ini,seorang
yang berasal dari luar negeri datang ke Indonesia dan melihat kebiasaan
masyarakat Indonesia yang suka membungkuk kepada orangtua sebagai bentuk
penghormatan.Si Bule yang tidak pernah melihat hal tersebut terheran heran dan
bertanya mengenai alasan mereka melakukan hal tersebut.
Seorang masyarakat lokal
menjawabnya dan mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan sebagai bentuk
penghormatan seorang yang lebih muda kepada yang lebih tua.Hal yang kemudian
terjadi adalah,si bule akan berpikir dengan menggunakan rasionya mengenai
tindakan tersebut.
Hasil pemikiran bule ini pada
akhirnya bisa dibagi menjadi 3 yakni,pertama si Bule menerima hal tersebut
sebagai bentuk penghormatan dan adat yang dimiliki oleh masyarakat lokal.Kedua
Si Bule menganggap hal tersebut hanya sebatas adat yang dijalani masyarakat
lokal dan ia sendiri tidak mempermasalahkanya namun juga tidak mendukungnya.
Ketiga,si Bule menolak dengan
keras hal tersebut karena merasa bahwa hal tersebut berada diluar akal pikiran
sehatnya.Menurut ajaran yang ia terima sejak kecil bahwa setiap orang memiliki
kedudukan yang sama sehingga membungkuk pada orang yang lebih tua adalah salah.
Dari ketiga hasil pemikiran tadi
akan muncul 3 sikap utama yakni pertama si bule ikut membungkuk ketika bertemu
orang yang lebih tua,kedua si bule tidak membungkuk namun tetap menghormati
orang yang melakukan tradisi tersebut dan ketiga si bule ini mengatakan pada
penduduk lokal bahwa tindakan mereka salah dan tidak bisa diterima oleh akal.
Berdasarkan ilustrasi diatas sudah
muncul 3 versi kebenaran yakni Pro,Netral dan Kontra.Setiap tindakan dalam
masyarakat pada akhirnya akan mengalami apa yang disebut dinamika sosial.Hal
ini karena pada dasarnya selalu ada 3 bentuk tahapan diatas dalam masyarakat.
Jika pihak pro lebih kuat maka
kebiasaan itu akan langgeng,jika pihak netral yang menang maka masyarakat akan
terbagi dua yakni yang mengikuti dan yang tidak mengikuti sedangkan jika kontra
yang paling kuat maka akan muncul tatanan baru dalam masyarakat.
Perdebatan tentang kebenaran di
masyarakat pada dasarnya adalah proses yang demikian adanya.Pihak pro membawa
versi kebenaranya sendiri,pihak netral membawa kebenaranya sendiri dan pihak
kontra membawa kebenaranya sendiri.
Lalu pertanyaanya dimanakah
kebenaran yang sejati itu?jawabanya adalah kebenaran yang sejati tidak pernah
ada.Kebenaran sejati itu hanya milik Tuhan.Kebenaran dalam masyarakat pada
akhirnya merupakan hasil perdebatan panjang antara 3 kubu yakni Pro,Netral dan
Kontra.
Pada akhirnya apa yang kita
percayai sebagai kebenaran sekarang adalah apa yang masyarakat percayai sebagai
kebenaran.Dengan kata lain,hal yang salah sekarang bisa jadi benar di masa yang
akan datang dan apa yang benar di masa sekarang belum tentu benar dimasa yang
akan datang.
Contoh paling nyata misalkan
meminum minuman keras.Minuman keras seperti arak,ciu,tuak dst pada dasarnya
merupakan bagian budaya Indonesia jauh sebelum agama-agama besar datang
kesini.Ketiga agama baru muncul,tindakan meminum minuman keras mendapatkan
label baru yakni tindakan salah dan berdosa.Akibatnya orang-orang yang percaya
akan ajaran agama itu meninggalkan kebiasaan minum-minuman keras.
Pertanyaanya sekarang apakah minum
minuman keras adalah tindakan yang salah?bisa jadi ya bisa jadi
tidak.Tindakanya sendiri pada dasarnya adalah sesuatu yang bersifat netral
namun kemudian seiring berkembangnya masyarakat,hukum dan agama maka mulai
munculah label label pada tindakan tertentu menjadi benar dan salah.
Lalu ketika terjadi perdebatan
panjang dimasyarakat tentang kebenaran apa yang harus kita lakukan?pada
akhirnya yang bisa kita lakukan adalah saling berempati dan mencoba untuk
memahami kebenaran yang dimiliki oleh lawan kita.Dengan memandang dari sudut
pandangnya kita akan mengerti kenapa seorang bertindak yang sedemikian itu.
Pada akhirnya solusinya bukan
mencari siapa yang benar dan siapa yang menang atas perdebatan itu namun saling
berempati untuk mencari jalan tengah sehingga masing-masing pihak tidak merasa
dirugikan.
Komentar