Nasionalisme Indomie,Rindu Pujian


Dengan judul yang agak nyleneh diatas,mungkin ada sebagian diantara anda yang bertanya-tanya kenapa saya membuat judul yang demikian itu.Jawabanya singkat,karena saya muak.Salah satu hal yang membuat saya muak adalah kepalsuan,entah kepalsuan itu disengaja atau dalam kerudung bernama “menghormati”.Bagaiamana cerita ini bermula?kurang lebih seperti ini kejadiannya.

Dulu sekali,ketika masih duduk dibangku kuliah,saya mendapatkan tugas mengenai brand awareness untuk beberapa brand yang ada disekitar lingkungan kami.Brand yang saya ambil waktu itu kalau tidak salah adalah Harley Davidson.Brand Harley sendiri boleh dibilang adalah text book example untuk brand religion yaitu kondisi dimana brand awareness konsumen telah pada titik puncak.Intinya konsumen ketika membeli brand ini tidak lagi mikir harga,kualitas,bentuk dan tetek bengeknya,cukup karena nama brandnya aja mereka udah tergila-gila.


Hasil pekerjaan saya ini boleh dibilang meskipun baik tapi kalo saya ingat kembali justru membosankan.Kenapa membosankan?karena terlalu textbook dan mudah ditebak.Hal yang menarik justru ada di beberapa brand yang teman-teman kelompok lain bawakan yakni J.CO dan Indomie.Team yang membawakan J.CO sendiri lebih menekankan tentang impresi masyarakat terhadap brand yang diluar ekpektasi.Simplenya konsumen suka salah kaprah dan menganggap J.CO adalah produk luar dan bukan produk Indonesia.

Tugas itu menarik,namun yang lebih menarik lagi buat saya adalah team yang membawakan brand Indomie waktu itu.Team yang membawakan brand Indomie lebih menekankan tentang bagaimana produk ini berhasil menembus pasar luar negeri tanpa kita menyadarinya.Tentu saja,kita berbicara tahun 2010-2011,jauh sebelum banyak video influencer yang makan Indomie didepan kamera.Pada waktu itu popularitas Indomie di luar negeri  bisa dibilang mengejutkan bagi orang Indonesia.

Brand Indomie inilah yang ingin saya bahas.Produk mie yang satu ini bisa dibilang produk paling dekat dengan mahasiswa dan anak kost.Karena selain murah,produk ini juga mudah untuk dibuat.Karena dua kualitas itulah produk ini sangat terkenal di masyarakat Indonesia.Di luar negeri terutama di daerah Afrika yang serba kekurangan,produk ini juga laris manis karena alasan yang sama.Lalu dimana masalahnya?

Produk Indomie itu menurut saya mulai bermasalah ketika banyak netizen yang meminta request para influencer terutama food vlogger untuk mencoba Indomie.Simplenya ada keinginan dari para netizen Indonesia agar produk ini diakui oleh dunia.Permasalahnya adalah,soal  makanan itu selera dan kita tidak bisa memaksakan selera itu sendiri.Bagi orang Indonesia yang  terbiasa makan  Indomie dari orok,mungkin rasa  Indomie itu enak dan gak ada masalah sama sekali.

Namun,coba kita pikir,para influencer yang  ada tidak semua orang Indonesia.Kebanyakan influencer yang diminta mencicipi Indomie adalah orang luar negeri yang seumur hidupnya belum pernah mengenal makhluk bernama Indomie.Apa salahnya?bukankah itu sama dengan mengenalkan produk dalam negeri?memang benar kita mengenalkan produk kita kepada pihak luar negeri,namun perlu diingat mereka bisa saja suka dan tidak suka terhadap produk kita.

Produk  makanan Indonesia seringkali direquestkan untuk dicicipi.Kita berharap para bule itu untuk suka.Namun terkadang yang menjadi miris buat saya adalah,ada kalanya para bule itu sebenarnya  tidak suka dengan makanan itu,namun karena berbagai alasan seperti menghormati orang Indonesia atau agar rating video tidak turun,mereka terpaksa mengatakan bahwa produk yang kita minta untuk cicipi itu enak.Sejujurnya,kepalsuan semacam inilah yang membuat saya muak.

Makanan enak dan tidak enak itu adalah soal rasa.Rasa itu tidak hanya dibentuk dari indera pengecap kita saja,namun juga dibentuk oleh budaya.Orang yang tidak pernah makan durian bisa muntah kalo anda tawari durian.Disisi lain,saya sampai sekarang juga bingung kenapa orang bisa suka makanan bernama Pizza.Kebingungan saya akan Pizza mungkin sama dengan kebingungan orang barat terhadap durian.

Bagi saya singkong goreng dan kopi nagistel jauh lebih nikmat  100x dibandingkan makan burger dan pizza.Lalu apakah saya salah mengatakan bahwa Pizza tidak menarik?tentu saja tidak,namun terkadang para pecinta pizza bisa saja mendemo saya karena menganggap bahwa pizza itu tidak enak.Lalu intinya apa?intinya adalah saya mengajak sesama warga Indonesia untuk sadar bahwa  soal suka dan gak suka itu ranahnya pribadi.Janganlah marah kalau orang lain suka apa yang anda tidak suka dan tidak suka apa yang anda suka.

Masyarakat kita seringkali hanya ingin melihat orang lain memuji bahwa makanan yang kita punya enak.Terkadang mereka lupa,bahwa makanan itu adalah masalah selera dan selera itu dibentuk oleh banyak hal termasuk budaya mereka.Jadi berhentilah menghakimi tentang  selera makan orang lain dan memaksakan orang lain untuk menyukai apa yang anda suka.

Pada akhirnya video food review atau tasting keluar dari jalurnya.Para vlogger hanya sibuk mencari rating dan memberi pujian palsu terhadap makanan yang sebenarnya tidak terlalu mereka suka dan disisi lain,orangI Indonesia begitu bersemangatnya menerima pujian-pujian palsu itu sembari menawarkan produk-produk Indonesia yang lain.Siklus semacam ini menurut saya memuakan.Akan lebih menyenangkan menurut saya jika food vlogger sendiri bisa jujur terhadap apa yang mereka rasakan dan bagi para netizen untuk tidak memaksakan makanan apa yang harus mereka coba.Toh kalo memang enak mereka akan cari sendiri.Ibarat kata restoran dalam gang,meskipun terpencil kalo orang suka makananya,bakal tetap akan ramai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Tokoh Pewayangan bernama Bagong

Kesan Mendalam Nonton Anime Trickster

Kesenian Daerah,Antara Hidup dan Mati